Bukan Menghambat, Revisi UU Perlindungan Konsumen Perkuat Industri Lokal dan Hak Konsumen
Anggota Komisi VI DPR RI Rachmad Gobel saat mengikuti Panitia Kerja (Panja) Perlindungan Konsumen di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2025). Foto : Hans/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi VI DPR RI melalui Panitia Kerja (Panja) Perlindungan Konsumen terus berupaya mematangkan penyusunan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Salah satu fokusnya adalah memastikan konsumen terlindungi sekaligus memperkuat industri nasional agar tak tergerus derasnya arus pasar bebas.
Sebab itu, Komisi VI DPR RI menggelar agenda Rapat Panja Perlindungan Konsumen Komisi VI DPR RI bersama Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), serta Gabungan Pengusaha Elektronik (GABEL) di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2025).
Menghadiri forum tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Rachmad Gobel menegaskan bahwa revisi regulasi perlindungan konsumen dinilai mendesak seiring pasar Indonesia kini yang semakin terbuka. Jika tidak diimbangi kontrol ketat, masyarakat akan dirugikan oleh produk impor yang tak terjamin mutu, sementara industri lokal semakin terdesak.
“Pasar kita ini semakin lebar, semakin bebas, kontrolnya kurang. Tidak sedikit masyarakat yang dirugikan. Ini juga mematikan industri kecil kita,” ujar Gobel dalam rapat tersebut.
Sebab itu, Komisi VI DPR RI, terangnya, mengundang berbagai asosiasi industri strategis untuk memberikan masukan komprehensif dari sudut pandang pelaku usaha demi memastikan UU perlindungan konsumen yang sedang dirumuskan tidak hanya melindungi hak-hak konsumen, namun juga tetap mampu menopang daya saing industri nasional.
Jika regulasi ini tidak direvisi, dirinya khawatir impor produk murah, mulai dari kendaraan bermotor, obat-obatan, makanan, hingga elektronik, akan semakin berlimpah namun tidak terjamin keamanan maupun layanan purna jualnya. Dalam banyak kasus, ujarnya, konsumen terpaksa harus menanggung kerugian sendiri ketika barang bermasalah.
Tak hanya otomotif, industri farmasi dan makanan-minuman juga harus menjadi sorotan dalam penyusunan RUU Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kejelasan agen penanggung jawab atas produk impor agar jika terjadi masalah kesehatan atau keamanan, konsumen tidak dibiarkan terlantar.
“Siapa yang bertanggung jawab kalau ada masalah? Kalau otomotif ada pabriknya, ada agennya. Nah kalau obat, makanan, siapa? (maka dari itu, RUU Perlindungan Konsumen) ini harus jelas,” tegas Gobel.
Menutup pernyataan, Politisi Fraksi Partai NasDem itu menekankan adanya revisi UU Perlindungan Konsumen ini bukan mempersulit pelaku industri, namun justru memperkuat pasar domestik. Harapannya, industri lokal bisa tumbuh sehat dan berdaya saing, sekaligus tetap mampu melindungi hak-hak konsumen dari produk asing yang tidak sesuai standar.
“Kita ingin membangun pasar kita yang besar, sekaligus membangun industri kita. Investasi kita harus kita dorong. Jadi, undang-undang ini nanti akan memperkuat posisi industri nasional,” tutup Gobel. (um/rdn)